Kairo – Gelombang kemarahan kini menjalar dari Merseyside hingga ke tepi Sungai Nil. Pernyataan mengejutkan Mohamed Salah baru-baru ini, yang mengungkapkan bahwa dirinya belum menerima tawaran perpanjangan kontrak dari Liverpool meski masa baktinya hampir habis, telah memicu reaksi keras di tanah kelahirannya, Mesir.
Baca selengkapnya: Klik disini
Bagi publik Mesir, Mohamed Salah bukan sekadar atlet; ia adalah ikon nasional, "Raja Mesir" yang telah mengharumkan nama bangsa di panggung dunia. Sikap manajemen Liverpool yang dinilai lamban dan dingin dalam menangani masa depan sang bintang dianggap sebagai sebuah penghinaan besar.
Sentimen Nasional: "Ini Bukan Cara Memperlakukan Legenda"
Laporan dari BBC Sport menyoroti bagaimana media dan pengamat sepak bola di Mesir bereaksi terhadap situasi ini. Narasi yang berkembang di Kairo sangat jelas: Liverpool sedang mempermainkan api dengan tidak segera mengamankan tanda tangan pemain terbaik mereka.
Salah satu pandangan yang paling menonjol adalah perasaan bahwa Salah sedang "dipermalukan" (humiliated).
"Rasanya seperti sebuah penghinaan. Bagaimana mungkin pemain dengan kontribusi sebesar itu, yang memecahkan rekor demi rekor, harus memohon atau berbicara di depan umum hanya untuk mendapatkan kejelasan?" tulis salah satu ulasan media olahraga terkemuka di Mesir.
Publik Mesir merasa bahwa Fenway Sports Group (FSG), pemilik Liverpool, tidak memberikan penghormatan yang layak (respect) kepada sosok yang telah menjadi wajah klub selama tujuh tahun terakhir.
Ketakutan Akan Kepergian Sang Ikon
Di Mesir, setiap pertandingan Liverpool adalah acara nasional. Kedai kopi penuh sesak, dan jalanan sepi saat Salah bermain. Namun, ketidakpastian ini memunculkan kekhawatiran nyata bahwa era Salah di Anfield akan berakhir dengan cara yang pahit.
Baca selengkapnya: Klik disini
Mantan pemain Timnas Mesir dan pengamat sepak bola setempat menyuarakan kebingungan mereka. Mereka mempertanyakan logika Liverpool yang membiarkan kontrak pemain sekelas Salah—yang masih menjadi top skor dan top assist tim musim ini—larut hingga bulan-bulan terakhir tanpa negosiasi serius.
"Di Mesir, kami melihat Salah lebih besar dari sekadar pemain sayap kanan. Dia adalah duta kami. Melihatnya diperlakukan seolah-olah dia adalah pemain yang bisa dibuang kapan saja, sangat menyakitkan bagi para penggemarnya di sini," ungkap salah satu sumber dalam laporan tersebut.
Bayang-Bayang Arab Saudi
Reaksi keras dari Mesir ini juga tidak lepas dari konteks geopolitik sepak bola saat ini. Liga Pro Arab Saudi telah lama menjadikan Salah sebagai target utama transfer mereka.
Bagi banyak orang di Mesir, jika Liverpool tidak bisa menghargai Salah, maka pindah ke Arab Saudi—di mana ia akan diperlakukan bak raja sesungguhnya dengan bayaran tertinggi di dunia—mulai terdengar sebagai opsi yang masuk akal, meskipun mereka lebih suka melihatnya terus bersinar di kompetisi teratas Eropa.
Baca selengkapnya: Klik disini
Namun, narasi utamanya tetap pada kekecewaan terhadap Liverpool. Publik Mesir merasa Liverpool seharusnya bergerak proaktif, bukan menunggu hingga Salah "meledak" di media pasca-pertandingan melawan Southampton.
Kesimpulan: Bola di Tangan Liverpool
Situasi ini menempatkan Liverpool dalam posisi sulit. Mereka tidak hanya berurusan dengan agen dan pemain, tetapi juga menghadapi tekanan emosional dari basis penggemar global, khususnya jutaan pendukung fanatik di Mesir.
Pesan dari Mesir sangat jelas: Hargai Raja kami, atau kalian akan kehilangan dia selamanya. Penundaan tawaran kontrak ini bukan lagi soal strategi bisnis, melainkan telah menjadi masalah harga diri bagi sang pemain dan pendukung setianya.
0 Komentar